KESUBURAN
TANAH
“PENGARUH SIFAT KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN”
Oleh:
GOLONGAN
AD-3
Novita Risti Azahra (1525010234)
PROGAM
STUDY AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM
2017
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah adalah lapisan permukaan
bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya
perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman danmenyuplai kebutuhan air dan
udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang danpenyuplai hara atau nutrisi
(senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N,
P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai
habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalampenyediaan hara
tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman,yang
ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk
menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan,industri
perkebunan.
Tanah juga merupakan alat
produksi untuk menghasilkan produksi pertanian. Sebagai alat produksi tanah
memiliki peranan-peranan yang mendorong berbagai kebutuhan diantaranya adalah
sebagai alat produksi, maka peranannnya yaitu sebagai tempat pertumbuhan
tanaman, menyediakan unsur-unsur makanan, sumber air bagi tanaman, dantempat
peredaran udara. Tanah mempunyai ciri khas dan sifat-sifat yang berbeda-beda
antaratanah di suatu tempat dengan tempat yang lain. Sifat-sifat tanah itu
meliputi fisika dan sifatkimia. Beberapa sifat fisika tanah antara lain
tekstur, struktur dan kadar lengas tanah. Untuk sifat kimia menunjukkan sifat
yang dipengaruhi oleh adanya unsur maupun senyawa yangterdapat di dalam tanah
tersebut. Beberapa contoh sifat kimia yaitu reaksi tanah(pH), kadarbahan
organik dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)
Reaksi tanah merupakan suatu
istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam atau basa dalam tanah.
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+)
di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah
tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-,
yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam
jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan
OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah
bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14
dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH
lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari
3,0-9,0. Di Indonesia umumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga
tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun
sebenarnya masih agak masam.(Anonim 1991).
1.2.Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui pengaruh
pertumbuhan tanaman jagung terhadap media tanah netral,Asam(H2SO4), salin
(Garam) dan tanah Alkalin (Dolomid).
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Kemasaman Tanah (pH)
Larutan tanah adalah air tanah
yang mengandung ion-ion terlarut yang merupakan hara bagi tanaman . konsentrasi
ini sangat beragam dan tergantung pada jumlah ion terlarut serta jumlah bahan
pelarut atau air. Diwaktu musim kering dimana air banyak menguap maka
konsentrasi garam akan bertambah , hal ini ditemukan di daerah yang beriklim
kering. Sebaliknya didaerah yang basah konsentrasi garam sering berubah-ubah
secara drastis. Kadar garam yang tinggi berbahaya bagi pertummbuhan tanaman .
kadar garam sebanyak 0,5 % saja sudah bebahaya bagi tanaman karena kadar
tersebut sama dengan 10 ton garam di lapisan 20 cm teratas (lapisan olahan).
(Rismunandar, 2001)
Reaksi tanah yang penting adalah
masam , netral atau alkalin. Pernyataan ini didasarkan pada jumlah ion H dan OH
dalam larutan tanah . bila didalam tanah ditemukan ion H lebih banyak dari ion
OH , maka disebut masam. Bila ion H sama dengan OH , maka disebut netral , dan
bila ion OH lebih banyak dari ion H maka disebut alakalin. Untuk meragamkan
pengertian
, sifat reaksi tersebut dinilai berdasarkan
konsentrasi ion H dan dinyatakan dengan pH . dengan kata lain , pH tanah = -log
(H) tanah. Suatu tanah disebut masamdengan 7, dan basa bila lebih dari 7 . bila
konsentrasi ion H bertambah maka ion pH turun dan se3baliknya bila konsentrasi
ion OH bertambah pH naik. Distribusi ion H dalam tanah tidak homogen . ion H
lebih banyak diserap dari pada ion OH , maka ion H lebih pekat didekat
permukaan koloid ., sedangkan ion OH sebaliknyab dengan demikian pH lebih
rendah didekat koloid daripada tempat yang jauh dari koloid. (Agus et.al,2008)
Kisaran pH tanah dapat dibatasi
pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya terdapat antar pH 3,5
sampai 10 atau lebih, untuk tanah gambut kisaran pH nya adalah sekitar kurang
dari 3,0 , sebaliknya tanah alkalin biasanya bisa menunjukan pH lebih dari 11,0
. secara sederhana kisaran pH tanah itu ditunjukan pada gambar 7-3 . kisara pH
tanah mineral di daerah basah berbeda dengan daerah kering . diwilayah basah
kisaran pH itu berada antara sedikit dibawah 5 hingga sedikit diatas 7 .
sedangkan di wilayah kering berada sedikit antara di bawah 7 dan diatas 9.
(Hardjowigeno, 2003)
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi
pH tanah melalui dua cara yaitu : pengaruh langsung ion hidrogen dan pengaruh
tidak langsung yaitu tidak tersedianya unsur hara tertentu dan adanya unsur
hara yang beracun.
Dari berbagai hasil penelitian di
amerika latin dan puerto rico diketahui batas maksimum pH tanah kapur ( adam
dan pearson , 1967 ) .batas pH yang dimaksud menunjukan bahwa diatas pH ini
tanamanyang bersangkutan tidak lagi memerlukan kapur. Sebaliknya bila pH tanah
dibawah nilai ini pertumbuhannya akan terganggu jika tidak diberi kapur.
Kebanyakan tanaman toleran pada
pH yang ekstrim, tinggi dan rendah , asalkan dalam tanah tersebu tersedia hara
yang cukup . sayangnya tersedianya unsur hara yang cukup itu.
dipengaruhi oleh pH . beberapa unsur hara tidak
tersedia pada pH ekstrim, dan beberapa unsur lainnya berada pada tingkat
meracun .
Perharaan
yang sangat dipengaruhi oleh pH antara lain adalah :
a.
Kalsium
dan magnesium dapat ditukar
b.
Alumunium
dan unsur mikro
c.
Ketersediaan
fosfor
d.
Perharaan
yang bersifat atau berkaitan dengan kegiatan jasad mikro.
2.2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Bagian yang paling aktif didalam
tanah adalah partikel-partikel tanah berukuran koloid. Koloid organik dan
anorganik tanah ini bermuatan negative dan dapat menjerap kation, yang dalam
keadaan tertentu dapat terlepas kembali. Koloid tanah dapat menjerap kation.
Jumlah kation yang terjerap tergantung pada susunan kimia dan mineral koloid
tanah.
Muatan negatif koloid mineral
berasal dari valensi-valensi yang pada patahan-patahan mineral, ionisasi
hydrogen dari gugus Al –OH dan subsitusi isomorfik. Sedangkan muatan negative
koloid organic berasal dari ionisasi gugus karboksil dan fenolik.
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
adalah jumlah me kation yang dapat dijerap 100 gram tanah kering mutlak (berat
kering oven 105 C ). Kapasitas Tukar Kation adalah kemampuan koloid tanah
menjerap dan mempertukarkan kayion . Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
dapat dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama , kompleks koloid tanah
dijenuhi dengan suatu kation, misalnya NH4 hingga seluruh kation yang dapat
dipertukarkan dapat dikelurkan dari kompleks jerapan tersebut (NH4) ditukar
secara kuantitatif dengan kation lainya , misalnya Na sehingga jumlah NH4
secara kuantitatif dengan metode Amonium dalam praktikum KTK ini ditentukan
dengan metode Amonium Asetat 1N pH7 dengan cara kerja yang ringkas.
Melalui penetapan KTK, kita juga
dapat menentukan persen kejenuhan basa (KB) adalah perbandingan jumlah me
kation basa (K, Ca, Mg, Na ) dengan me kapasitas tukar kation ( KTK) .
Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat,
kandungan bahan organik, dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang
memiliki banyak muatan tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH.
Keadaan tanah yang masam menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation
dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena
perkembangan muatan positif. Kapasitas tukar kation kaolinit menjadi sangat
berkurang karena perubahan pH dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah adalah jumlah
kation yang dapat dijerap 100 gram tanah pada pH 7 (Pairunan, dkk., 1999).
Kation adalah ion bermuatan
positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan sebagainya. Di dalam
tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh
koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap
oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas
tukar kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid
tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation
lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran
kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di
atas merupakan kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.(Rosmarkam
dan Yuwono, 2002)
Kenyataan menunjukkan bahwa KTK
dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah sejenisnyapun berbeda KTKnya.
Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri yang
antara lain adalah: 1.) Reaksi tanah atau pH; 2.) Tekstur Tanah atau Jumlah
Liat; 3.) Jenis Mineral Liat; 4.) Bahan Organik; dan 5.) Pangapuran dan
Pemupukan (Hakim, dkk., 1986).
Pada kebanyakan tanah ditemukan
bahwa pertukaran kation berubah dengan berubahnya pH tanah. Pada pH rendah,
hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion
yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif
rendah.(Harjowigeno, 2002) KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat.
Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah
besar. Makin halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat dan koloid
organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya tekstur kasar seperti
pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid
organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah bertekstur
halus.(Hakim, 1986)
Pengaruh bahan organik tidak
dapat disangkal terhadap kesuburan tanah. Telah dikemukakan bahwa organik
mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat. Berarti
semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah
KTKnya.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002) Masukan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada
tanah-tanah yang bermuatan tergantung pH, seperti tanah kaya montmorillonit atau
koloid organik, maka KTK akan meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak
pemberian pupuk-pupuk tertentu dapat menurunkan pH tanah, sejalan dengan hal
itu KTK pun akan turun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh
pengapuran dan pemupukan ini berkaitan erat dengan perubahan pH, yang
selanjutnya memperngaruhi KTK tanah (Hakim, dkk., 1986).
Berdasarkan pada jenis permukaan
koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: KTK
koloid anorganik atau dikenal sebagai KTK liat tanah, KTK liat adalah jumlah
kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat)
yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai
contoh:
a.
Liat
Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
b.
Liat
Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
c.
Liat
Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
d.
Liat
Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.
KTK koloid organik atau dikenal
sebagai KTK bahan organik tanah, dan KTK koloid organik sering disebut juga KTK
bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada
permukaan koloid organik yang bermuatan negatif. Nilai KTK koloid organik lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik
berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.
KTK total
atau KTK tanah.
KTK total merupakan nilai KTK
dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu
tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun
kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).
2.3. Kejenuhan Basa (KB)
Tanah adalah produk transformasi
mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk,
iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri
bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya
(Winarso, 2005).
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa
kejenuhan basa adalah perbandinagn antara kation basa dengan jumlah kation yang
dapat dipertukarkan pada koloid tanah . kejenuhan basa juga mencerminkan
perbandunagan antara kation basa dengan kation hidrogen dan alumunium
.berarti semakin kecil kejenuhan basa semakin masam
pula reaksi tanah tersebut atau pH nya makin rendah . kejenuhan basa 100%
mencerminkan pH tanah yang netral, kurang dari itu mengarah ke pH tanah masam,
sedangkan lebih dari itu mengarah ke basa. (Hardjowigeno, 2002).
Terdapat korelasi yang positif
antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya terlihat bahwa kejenuhan basa
tinggi jika pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering
biasanya mempunyai kejenuhan basa yang tinggi daripada tanah-tanah didaerah
iklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion
H+.Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah.
Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan
basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya >80%,
berkeseburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80% dan 50% dan tidak subur
jika kejenuhan basanya <50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80%
akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah
yang sama dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran adalah cara umum untuk
meningkatkan persen kejenuhan basa tanah. (Hardjowigeno, 2003).
2.4. Unsur Hara Posfor (P)
Tanah adalah produk transformasi
mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk,
iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri
bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya
(Winarso, 2005).
Unsur P dalam tanah dapat berasal
dari : bahan organik (pupuk kandang, sisa-sisa tanaman), pupuk buatan dan
mineral-mineral dalam tanah (apatit). Ketersedian P dipengaruhi sangat nyata
oleh pH . bentuk ion P dalam tanah juga tergantung pada pH larutan . pada pH
agak tinggi ( basa ) ion HPO4 2- adalah dominan. Bila pH tanah turun ion H2PO4
dan HPO4
akan dijumpai bersamaan. makin masam reaksi tanah
ion H2PO4 lah yang dominan. (Lutz, Genter dab Hawskins, 1972)
Pada pH rendah ion P mudah
bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn , membentuk senyawa yang tidak larut akan
diikat oleh Ca membentuk senyawa tidak larut. Dulu dipertahankan orang sekitar
kisaran pH 6 hingga 7 untuk membentuk P agar lebih tersedia. Belakangan
ditemukan bahwa pada pH lebih dari 6.0 P sudah kurang tersedia
(Ferina,Sumner,Plank, dan Litsch, 1980; NurhayatiHakim, 1982). Tampaknya
kelarutan maksimum dari P berada pada pH 5,5 . mempertahankan pH 5.5 hingga 6
sangat berarti bagi penyediaan P pada tanaman. Karena P mudah difiksasi maka
pemberian pupuk P sebaiknya jangan disebarkan tetapi diberikan dalam larikan
agar kontak dengan tanah sedikit mungik sehingga fiksasi dapat dikurangi.
Unsur P berfungsi dalam
pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji,
mempercepat pematangan, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, perkembangan
akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-mayur dan makanan ternak,
tahan terhadap penyakit, membentuk nucleoprotein, metabolism karbohidrat, menyimpan
dan memindahkan energi.
Gejala-gejala yang akan
ditampakkan tanaman budidaya jika kekurangan unsur hara P antara lain
pertumbuhan terhambat, karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu
atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda
dan pada jagung, tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil.
BAHAN DAN
METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Pratikum ini dilaksanakan pada
hari kamis tanggal 26 September 2017, pukul 12.40-14.20 WIB di Laboratorium
Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
1.
Ayakan besar
2.
Baki
3.
Sekop Kecil
4.
Polibag
5.
Timbangan
3.2.2 Bahan
1.
Dolomid
2.
Garam
3.
H2SO4
4.
Tanah
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan media tanam
polibag :
1.
Media
tanam tanah netral
a. Menimbang
tanah yang telah lolos ayakan besar seberat 6 kg 1 polibag
b.
Meletakan media ke greenhouse
c. Lalu
melakukan transplanting bibit jagung kedalam polybag
d. Menyiram
selalu apabila polybag dalam keadaan kering
e. Menyulam
apabila jagung ada yang mati
f.
Mengamati
dengan parameter (panjang tanaman,jumlah daun) pada tanaman jagung .
2.
Media
tanam tanah dengan dolomid
a. Menimbang
tanah yang telah lolos ayakan sebanyak 6 kg 1 polibag
b. Lalu
mencampur dolomid 200 gr diaduk sampai rata
d. Lalu
melakukan transplanting bibit jagung kedalam polybag
e. Menyiram
selalu apabila polybag dalam keadaan kering
f.
Menyulam apabila jagung ada yang
mati
g.
Mengamati
dengan parameter (panjang tanaman,jumlah daun) pada tanaman jagung
3.
Media
tanam tanah dengan garam untuk tanah salin
a. Menimbang
tanah yang telah lolos ayakan sebanyak 6 kg untuk 1 polibag
b. Lalu
mencampur garam 200 gr diaduk sampai rata
c. Meletakan
media ke greenhouse
d. Lalu
melakukan transplanting bibit jagung kedalam polybag
e. Menyiram
selalu apabila polybag dalam keadaan kering
f.
Menyulam apabila jagung ada yang
mati
g. Mengamati
dengan parameter (panjang tanaman,jumlah daun) pada tanaman
4.
Media
tanah tanah dengn H2SO4
a. Menimbang
tanah yang telah lolos ayakan sebanyak 6 kg 1 polibag
b.
Lalu
mencampur cairan H2SO4 dengan perbandingan 200 antara dengan cara menyemprotkan
dengan sprayer
c. Meletakan
media ke greenhouse
d. Lalu
melakukan transplanting bibit jagung kedalam polybag media
e. Menyiram
selalu apabila polybag dalam keadaan kering
f.
Menyulam apabila jagung ada yang
mati
g. Mengamati
dengan parameter (panjang tanaman,jumlah daun) pada tanaman.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
|
|
26 Oktober 2017
|
01 November 2017
|
|
||
Polybag
|
Perlakuan
|
Panjang
|
Jumlah
|
Panjang
|
Jumlah
|
Keterangan
|
|
|
Tanaman
|
Daun
|
Tanaman
|
Daun
|
|
1
|
Kontrol
|
31
|
2
|
32 cm
|
4
|
Hidup
|
2
|
Asam
|
14
|
1
|
-
|
-
|
Mati
|
3
|
Salin
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mati
|
4
|
Salin
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mati
|
5
|
Alkali
|
38
|
2
|
44,5 cm
|
3
|
Hidup
|
4.2 Hasil Dokumentasi
Pengamatan
akhir tanggal 01
November 2017
4.3 Pembahasan
Tanah sebagai media tanam
haruslah memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang baik. Sifat-sifat
tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk kondisi tanah, dan
mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Penggunaan substrat organik maupun
anorganik yang berbeda memungkinkan penyerapan nutrisi terbaik, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan juga berlangsung dengan baik.
Berdasarkan hasil praktikum
pembuatan media tanam yang telah kami buat membuktikan bahwa kandungan unsur
hara dalam tanah sangat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jagung, perlakuan yang kami lakukan yaitu ada 4 diantaranya asam
(H2SO4), garam, dolomit, dan netral. Pada media tanam dengan perlakuan netral
sebagai kontrol pertumbuhan tanaman jagung lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan yang lain, pada perlakuan garam tanaman jagung tidak dapat tumbuh
sama sekali, meskipuntelah dilakukan penyulaman namun hasilnya tidak dapat tumbuh.
Hal ini dikarena tanaman jagung sendiri tidak tahan terhadap cekaman salinitas
dan tidak seusai syarat tumbuh. Pada perlakuan Asam (H2SO4) pertumbuhan
tanamannya lambat, hal ini dikarenakan pH tanah <7 sehingga mengakibatkan
tanah tersebut masam dan tidak sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman jagung
tersebut. Sedangkan pada perlakuan Dolomit pertumbuhan tanaman jagung lebih
optimum karena pH nya >7, hal ini sesuai dengan syarat tumbuh tanaman jagung
yaitu dengan nilai Ph 5-7,5.
KESIMPULAN
Dari
hasil praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Pada ke
empat perlakuan Tanaman jagung pertumbuhan lebih cepat pada tanah dengan nilai
ph >7 yaitu pada media tanam dengan perlakuan pemberian dolomid, dapat
dilihat dari hasil pengamatan panjang tanaman jagung yang terpanjang tumbuh
pada media tanam dolomid.
2.
Tanah
masam ataupun salinitas (garam) pertumbuhan tanaman jagung menjadi kurang
optimum bahkan tidak tumbuh. Hal ini dikarenakan syarat tumbuh dari tanaman
jagung sendiri dapat tumbuh optimum pada Ph 5,6-7,5 dapat dilihat dari hasil
pengamatan tanaman jagung tidak dapat tumbuh dan mati.
3.
Sedangkan
pada media tanah netral pertumbuhan tanaman jagung nya tergolong dalam
pertumbuhan yang sedang dapat dilihat dari hasil pengataman pada tabel diatas.
Hakim,
Nurjati, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah . Lampung: Universitas Lampung
Hakim,
N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha,
Go Ban
Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hardjowigeno,
H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere,
Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul
Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan
Tinggi Negeri Indonesia Timur, Makassar
Rosmarkam
dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakart